Standar Fesyen Muslim, Begini Ketentuannya dalam Islam

Surismi Nada Puspa _ Ka. Prodi PGMI STIT MI
Surismi Nada Puspa _ Ka. Prodi PGMI STIT MI

Cyber Pesantren | Ketentuan Fesyen Muslim dalam Islam, Berdasarkan literatur keislaman, terdapat beberapa standar fesyen muslim yang harus diperhatikan, terutama dalam hal bahan dan penggunaannya. Ketentuan tersebut mencakup:

  1. Menutup Aurat – Pakaian harus menutupi bagian tubuh yang diwajibkan menurut syariat.
  2. Tidak Transparan – Bahan pakaian tidak boleh tembus pandang sehingga tetap menjaga kesopanan.
  3. Tidak Menonjolkan Bentuk Tubuh – Busana tidak boleh ketat atau membentuk lekuk tubuh secara berlebihan.
  4. Sesuai Penggunaan dan Konteksnya – Pakaian harus sesuai dengan situasi dan kondisi yang berlaku.
  5. Mengandung Kemashlahatan (Mashlahah) – Fesyen muslim harus memberikan manfaat bagi pemakainya tanpa melanggar syariat.
  6. Tidak Menimbulkan Mudharat – Tidak membahayakan diri sendiri atau orang lain (la dharar wa la dhirar).
  7. Tidak Mengandung Unsur Negatif – Tidak mengandung ekspresi penodaan agama, ujaran kebencian, adu domba, hoaks, fitnah, atau takfir.
  8. Bahan yang Diperbolehkan – Semua jenis bahan, baik nabati (kapas, katun) maupun hewani (sutra, wol), diperbolehkan kecuali sutra murni bagi laki-laki yang tidak dalam kondisi darurat.
  9. Larangan Bahan Berlapis Emas – Busana berbahan atau berlapis emas tidak diperbolehkan bagi laki-laki dan perempuan.
  10. Bernilai Estetika (Zînah, Jamîluts Tsiyâb) – Fesyen muslim harus tetap indah dan modis.
  11. Tidak Berlebihan atau Sombong – Tidak boleh berlebihan (ekstrem) serta tidak bertujuan untuk pamer atau membanggakan diri.

Hukum Sutra bagi Laki-laki

Dalam Islam, hukum pemakaian sutra murni bagi laki-laki telah disepakati sebagai haram, kecuali dalam keadaan darurat. Namun, terdapat perbedaan pendapat mengenai sutra campuran, yaitu:

Bacaan Lainnya
  1. Makruh – Sebagian ulama menganggapnya tidak disukai tetapi tidak haram.
  2. Haram – Pendapat lain menyatakan tetap haram walaupun bercampur dengan bahan lain.
  3. Boleh – Pendapat yang dipegangi mayoritas ulama menyatakan bahwa sutra campuran diperbolehkan.

Pendapat mu’tamad (dipegangi) lebih cenderung tidak mengharamkan sutra campuran bagi laki-laki (Lihat: al-Shāwī, Hasyiyyat al-‘Allâmah al-Shāwī…, juz II: 88, An-Nawawi, Raudhatut Thâlibîn, juz I: 571-576, al-Anshārī, Fathul Wahhāb, juz I: 82, al-Jaziri, al-Fiqhu ‘alal Mazhahibil Arba‘ah, juz II: 12-17).

Pandangan Ulama tentang Aurat Perempuan

Ketentuan aurat perempuan dalam hubungan dengan laki-laki bukan mahram memiliki lima pendapat utama dari berbagai mazhab:

  1. Mazhab Hanafi dan Maliki – Wajah dan kedua tangan bukan aurat.
  2. Mazhab Hanbali dan Syafi’i (pendapat yang kuat) – Seluruh tubuh perempuan adalah aurat, sehingga jilbabnya harus berbentuk cadar.
  3. Pendapat Abu Hanifah – Kedua kaki perempuan juga bukan aurat selain wajah dan tangan karena sulit ditutupi.
  4. Pendapat Abu Yusuf (Hanafi) – Kedua lengan juga bukan aurat karena sulit ditutup.
  5. Pendapat yang Lebih Progresif dalam Mazhab Hanafi – Ada pendapat yang membolehkan perempuan membuka rambut meskipun kurang sahih.

Perbedaan ini muncul akibat variasi tafsiran QS. An-Nur (24:31) mengenai aurat perempuan (Lihat: al-Syekh Muhammad ‘Alî al-Sâyis, Tafsîr Ayât al-Ahkâm, jilid II, halaman 160-170).

Fesyen Muslim dalam Konteks Maqashid Syariah

Dalam ushul fiqih, fesyen muslim termasuk bagian dari tujuan syariat Islam (Maqâshid al-Syarî‘ah), khususnya dalam menjaga martabat dan kehormatan manusia (Hifzh al-‘Irdh). Secara hierarkis, fesyen memiliki tiga tingkatan:

Loading

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *