Ditulis Oleh : Lutfi Syarqawi Z*
Dalam sebuah riwayat nabi bersabda; “ Taqwa itu di sini ( Attaqwa haahunaa)”, sambil Nabi menunjuk ke dadanya, dan ucapan tersebut diucapkan sampai tiga kali”. Nabi seolah mengingatkan betapa pentingnya hati dalam kerangka taqwa. Dalam riwayat lain Nabi berdoa;” Wahai Dzat yang Maha membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku dalam agamamu”. Doa Nabi ini menunjukkan bahwa Karakter hati adalah bolak-balik yang memilki makna kadang baik dan tak jarang buruk tergantung ketetapannya kearah mana menghadap. Jika hati mengahadap Allah pasti berisi kebaikan-kebaikan sebaliknya jika hati menghadap setan maka isinya juga beburukan-keburukan. Hati jenis ini biasa disebut Qalb.
Selain hati ada ruh yang ditiupkan Allah dalam diri manusia. Tidak ada yang tahu bentuk ruh ini kecuali Allah ta’ala. Para Arifin menggambarkan ruh sebagai sesuatu yang halus dan suci dalam diri manusia/makhluk. Ia selalu condong pada kebaikan karena ia berasal dari Allah dan menjadi tempat bisikan-bisikan kebaikan. Kalau bisikan-bisikan buruk datang dari nafsu, maka bisikan kebaikan datangnya dari Ruh. Ruh dan nafsu selalu bermusuhan dan saling mengalahkan dalam hati manusia. Jika perbuatannya baik maka itu cermin dari ruh-hati yang mengkilap sebaliknya jika amalnya buruk berarti nafsulah yang menguasainya. Maksudnya Ruh di sini adalah suatu entitas halus yang ada dalam hati dan tingkatanya berada di atas Qalb.
Tingkat yang lebih tinggi adalah Sirr, yaitu suatu anugrah Allah yang berikan kedalam hati manusia secara khusus, tak tersentuh malaikat maupun setan karean Sirr ini merupakan satu rahasia dari rahasia-rahasia Allah. Orang yang mendapat anugrah Sirr dapat menyaksikan sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh orang lain. Hakekat kehidupan terbentang dihadapannya. Penyaksiannya adalah penyaksian Tuhan begitu pula pendengaran dan pembicaraannya. Tutur kata dan sikapnya meluncur seperti ada yang mengendalikan dan mengarahkan. Hati yang dianugrahi Sirr akan selalu merasa cinta dan rindu bahkan bisa sakr/mabuk Allah.
Banyak contoh ulama yang mendapatkan Sirr Tuhan ini misalnya syaikh Abdul Qadir yang mengetahui wujud setan yang menggodanya, Syaikh Al-Qusyairi yang tutur katanya indah dan mengalir seperti air dan mampu menyihir pendengarnya sehingga mendorong orang yang kafir masuk Islam, Imam Al-Ghazali yang mengatakan bahwa tidak ada satu hadis pun dalam kitab Ihya’ yang tidak dikonfirmasikan langsung ke Rasulullah atau Ibnu Arabi yang menulis kitab futuhatnya yang, menurut pengakuannya sendiri, seolah jari-jemarinya berjalan sendiri dengan bimbingan Jibril (wallahi maa katabtu hadzal kitab illaa min imlaa I ilaahi) begitu juga ketika menulis karyanya Fushush Hikamnya langsung dibimbing ruh Baginda Nabi Muhammad Saw (khudz haadzal kitab bi Fushushil hikam).
Ketiga gambaran hati di atas adalah tingkatan-tingkatan hati pada diri manusia dan puncaknya ada pada hati yang dipenuhi Sirr Tuhan. Sirr-hati ini mengkilap seperti kaca yang bening, menghadirkan realitas semesta sebagaimana aslinya, yang ia lihat adalah hakekat, yang di dengar adalah kebenaran dan yang dibicarakan adalah kejujuran. Ia telah mencapai maqam musyahadah (penyaksian hakiki) dan mukasyafah (tersingkapnya tirai kegaiban). Biasanya orang yang mendapat sirr Allah akan terjaga (mahfudzh bukan ma’shum) dari dosa. Hidupnya hanya diperuntukkan untuk Allah. Hatinya selalu bergelora rindu untuk selalu bersama-Nya. Tiada tempat dihatinya selain yang dikasihinya, terbayang selalu dipelupuk matanya keindahan yang Maha Indah. Karena segala sesuatu yang datang dari Allah adalah baik dan indah (Kullu maa ya,tii minallah Jamiilun).
Ibarat gelas kaca ketika diisi air maka udara-udara kotor atau daki-daki minuman yang ada didalamnya akan menyeruak keluar dengan sedirinya. Ibarat ini selaras dengan makna firman Allah dalam Al Qur’an surah Al-ahzab ayat 4, yang artinya: Allah tidak menjadikan bagi seseorang dua hati dalam rongganya (maa ja’alallahu lirojulin min qalbaini fii jaufih). inilah sifat hati dalam arti jika hati menghadap makhluk maka berarti ia membelakangi khaliq/ Tuhan begitu juga sebaliknya jika hati mengadap Tuhan maka ia pasti membelakangani makhluk/selain-Nya.
Dengan demikian, Hati itu hanya satu yang ada di dalam diri manusia, bukan dalam arti fisik tapi bermakna ruang rasa/perasaan, kualitasnya lah yang membedakan hati yang satu dengan lainnya (Qalb-Ruh-Sirr). Tinggal memilih kemana hati akan dituju dan diarahkan akan berakibat pada perbuatannya. Jika hati seseorang itu baik maka baik pula perangai dan perbuatannya sebaliknya jika hati buruk maka buruk pula sikap dan perbuatan orang tersebut.
Dan selama hati masih terikat dengan syahwat terhadap makhluk maka tidak mungkin ia dapat berangkat menuju Tuhannya. Makhluk tidak akan pernah berkumpul dengan Tuhan dalam hati manusia, salah satunya pasti ada yang disingkirkan. Maka singkirkanlah makhluk dan hadirkanlah Tuhan dalam hati sehingga Allah menganugrahkan Sirr-Nya kedalam hati kita.
Dalam sebuah hadis riwayat Nasa’I dan Tirmidzi bahwasanya Rasulullaah SAW bersabda; sesungguhnya seorang hamba jika ia berbuat dosa maka disematkan dalam hatinya noda hitam, namun jika berhenti dan beristigfar maka noda itu menjadi hilang tapi jika ia mengulanginya lagi secara terus-menerus sampai noda-noda hitam memenuhi hatinya maka itulah orang yang tertutup hatinya (Ar-Raanu), seperti Allah sebutkan dalam Al Qur’an; sekali-kali tidak ! bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka. (Kallaa bal Raana ‘alaa Quluubihim maa kaanuu Yaksibuuun; Al Muthaffifiin; 14).
Hadis tersebut mengajarkan kita bagaimana cara membersihkan hati dan mendapat Sirr-Nya itu yakni dengan istiqomah dalam taubat dan memperbanyak istighfar. Dalam riwayat lain dengan dzikrullah dan membaca Al-Qur’an. Istigfar dan tilawah Al-Quran merupakan bagian dari dzikrullah sehingga dapat dikatakan bahwa obat pembersih hati adalah Tobat dan dzikrullah. Dalam sebuah Hadis/ Maqola disebutkan; bagi tiap-tiap sesuatu itu ada pembersihnya dan pembersih hati adalah dzikrullah. Jadi, tobat dan dzikrullah baik berupa istighfar dan membaca Al-Quran merupakan cara paling ampuh untuk menyucikan noda hitam yang ada dalam hati kita.
Dengan tobat dan dzikir sejatinya kita hendak mengalahkan hawa nafsu kita sendiri sehingga hati/ruh selalu tetap mengarah pada Allah. Kalau ruh-hati sudah mengarah sepenuhya kepada Allah maka bersiap-siaplah menerima hadiah berupa Sirr/Rahasia dibalik rahasia Allah berupa musyahadah/penyaksian dan mukasyafah/ ketersingkapan semesta bersama-Nya. Tobat dan dzikir adalah kunci kegaiban sedangkan musyahadah dan mukasyafah adalah pintunya. Seseorang yang sudah memiliki kuncinya tentu ia akan dapat membuka pintu kegaiban/rahasia Illahi yang tersembunyi atau terhijab tentunya dengan syarat merawat dan menjaga kuncinya secara terus menerus (riyadhah dan mujahadah). Nabi Isa A.S. pernah berkata; “beruntunglah bagi orang yang ucapannya adalah dzikir, diamnya adalah tafakkur, dan pandangannya adalah ‘ibrah, karena sesungguhnya secerdas-cerdasnya orang adalah orang yang mampu menundukkan hawa nafsunya dan beramal untuk akheratnya”.
Setiap upaya hati yang selalu diarahkan pada Tuhan sejatinya untuk mengembalikan fitrah Ruh/Ruhani manusia dari lintasan-lintasan nafsu sehingga Sirr Tuhan terbentang dihadapanya sebagaimana Nabi Adam mengetahui dan mengenal Nama-Nama dan Nabi Muhammad menyaksikan Keagungan dan Keindahan Tuhannya. Sebuah potret Hati yang selalu ingat (dzkir) kepada Rabbnya. Wallahu a’lam bis-showab. []