Cyber Pesantren | Pengertian Perhiasan Secara bahasa, perhiasan merujuk pada benda yang digunakan untuk memperindah atau mempercantik sesuatu.
Makna ini sangat luas, mencakup berbagai aksesori yang berfungsi sebagai hiasan, baik untuk manusia maupun benda lainnya.
Misalnya, dalam konteks rumah, perhiasan bisa berupa ukiran, jam dinding, kaligrafi, atau lukisan. Bahan dasarnya bisa apa saja, seperti kayu atau pigura, asalkan berfungsi sebagai tambahan estetika, maka ia tergolong sebagai perhiasan.
Begitu pula dengan aksesori yang dikenakan oleh seseorang. Selama fungsinya untuk memperindah tampilan, maka benda tersebut masuk dalam kategori perhiasan. Contohnya adalah jam tangan, cincin, anting, gelang, kalung, serta aksesori tambahan pada pakaian.
Perhiasan dalam Hukum Zakat
Dalam kajian fikih, perhiasan umumnya dibuat dari empat jenis bahan utama, yaitu emas, perak, permata, dan mutiara. Namun, yang sering menjadi objek pembahasan dalam hukum zakat adalah perhiasan berbahan emas dan perak.
Baik digunakan sehari-hari maupun hanya disimpan atau dipajang, perhiasan jenis ini tetap masuk dalam kategori yang harus diperhitungkan dalam zakat.
Terdapat aturan khusus mengenai penggunaan emas dan perak. Dalam Islam, kaum laki-laki dilarang mengenakan perhiasan berbahan emas, sedangkan bagi perempuan, hukumnya diperbolehkan. Adapun perhiasan dari perak, mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali membolehkan penggunaannya bagi laki-laki.
Sementara itu, mazhab Maliki memberikan batasan, yaitu penggunaannya hanya diperbolehkan selama harganya tidak melebihi 20 dirham. Bagi perempuan, tidak ada batasan jumlah, selama tidak berlebihan.
Batasan dalam Penggunaan Perhiasan
Beberapa jenis perhiasan diperdebatkan hukumnya, seperti mahkota emas. Sebagian ulama menganggapnya berlebihan (israf) dan melarang penggunaannya.
Namun, ulama Syafi’iyah membolehkan pemakaian mahkota emas selama masih menjadi kebiasaan umum bagi perempuan.
Jika tidak lazim digunakan, maka hukumnya menjadi terlarang, karena dianggap menyerupai kebiasaan kaum non-Muslim atau penguasa yang tidak sejalan dengan ajaran Islam (tasyabbuh).
Ketentuan Zakat Perhiasan
Zakat wajib dikeluarkan untuk emas dan perak karena keduanya memiliki nilai simpan dan dapat diperjualbelikan.
Oleh karena itu, perhiasan dari emas dan perak disamakan hukumnya dengan zakat barang dagangan. Namun, kewajiban zakat pada perhiasan bergantung pada tujuan kepemilikannya, yang umumnya terbagi menjadi tiga kategori:
-
Dibeli untuk dijual kembali di masa depan.
-
Digunakan sebagai perhiasan pribadi.
-
Disimpan sebagai investasi.
Jika perhiasan emas dan perak digunakan untuk berhias secara wajar (hulliyun mubah), seperti cincin, kalung, atau anting yang lazim dikenakan perempuan, maka mayoritas ulama berpendapat bahwa perhiasan tersebut tidak wajib dizakati.
Namun, mazhab Maliki membatasi jumlahnya hingga 20 dirham, dan jika melebihi batas tersebut, maka zakat tetap harus dikeluarkan.
Zakat Perhiasan yang Diharamkan
Perhiasan emas yang digunakan oleh laki-laki, serta barang-barang seperti piring atau gelas dari emas dan perak, dikategorikan sebagai huliyyun muharram (perhiasan yang haram).