Sebuah Renungan HUT RI Ke-71
oleh: Liza Wahyuninto*)
71 tahun yang lalu sejak hari ini, 17 Agustus 1945 tepatnya, Indonesia mengumandangkan kemerdekaannya di hadapan seluruh dunia. Perjuangan panjang 350 tahun terbayar sudah. Darah dan air mata terganti juga. Pengorbanan yang tidak lagi terhitung, entah itu jiwa, harta serta pemikiran yang semuanya bertujuan untuk satu kata, “MERDEKA”.
Kemerdekaan yang bukan sebuah pemberian, bukan sebuah hadiah. Melainkan kemerdekaan yang didapatkan dengan hasil perjuangan yang tak henti. Kemerdekaan yang didapatkan dengan memanggul senjata, berjibaku tak memedulikan hidup atau mati hari ini. Semuanya demi anak cucu, generasi masa depan yang tidak boleh mencicipi rasanya dijajah kembali.
Dan 71 tahun sudah usia Indonesia dalam kemerdekaannya. Pembangunan dimulai. Cita-cita disemai. Keinginan-keinginan akan kebesaran bangsa diurai. Dan semuanya mulai terbuka, tertata, tumbuh dan subur.
Dari sebuah kemerdekaan itu, ada yang tidak boleh kita lupakan sebagai bagian sejarah. Di dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan “atas dasar rahmat Allah yang maha kuasa…”, artinya kemerdekaan ini bukan semata-mata perjuangan mengangkat senjata saja, bukan hanya gigihnya para pejuang gerilya kita saja, bukan hanya saktinya bambung runcing kita saja, melainkan terkabulnya doa-doa orang-orang suci yang tidak berhenti lirih berdzikir mendoakan para pejuang di medan laga dan memohon akan kemerdekaan abadi.
Ya, salah satunya doa para kaum bersarung, yaitu ulama dan santri. Tokoh yang sampai saat ini tidak terbantahkan, baik perjuangan dan doanya, yaitu KH. Hasyim Asy’arie. Bukan hanya ketokohannya dan kedekatannya dengan Allah saja, melainkan kebagusan dirinya membentengi para santri agar tetap pada satu ideologi yaitu hisbul wathon minal iman yang pada akhirnya menjadi NKRI harga mati.
Dan sampai hari ini, di kemerdekaan Republik Indonesia ke-71. Kami, selaku kaum bersarung, para ulama dan santri ikut menangis dan bahagia atas kemerdekaan ini. Turut kembali berdoa untuk kebesaran bangsa di hari depan, dan pun berjanji untuk tetap menjaga keutuhannya hingga tetes darah terakhir.
Hari ini, pondok pesantren di seluruh Indonesia, berbaris rapi, khidmat mengikuti upacara hari kemerdekaan Indonesia, hormat pada sang dwi warna, merah putih. Menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan gagah penuh setia. Dan berdoa dalam pembungkukan diri pada Ilahi, tentang syukur atas kemerdekaan, tentang permohonan kekuatan agar tetap dapat menjaga dan berkiprah, dan tentang pengampunan semoga semua roh pejuang tenang di alam sana.
Merdeka!
*) Liza Wahyuninto, Ketua LDNU Kab. Bengkulu Selatan. Alumni Pondok Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur. Tenaga pengajar pada Pondok Pesantren Makrifatul Ilmi Bengkulu Selatan.