Masih banyak riwayat lain yang berkaitan dengan hal ini. Adapun hadis ini ingin menjelaskan tidak diperbolehkannya mengenakan pakaian yang menyerupai wanita kafir, baik kesamaan dari penampilan lahir maupun bentuk.
Syarat atau batasan tersebut perlu diketahui serta diingat oleh umat Islam agar maraknya style yang bernuansa trendy tidak berakibat fatal bagi umat Islam khususnya wanita. Oleh karena itu, penting diketahui serta dikenali bagaimana etika-etika syariat yang berhubungan dengan pakaian:
- Jangan berlebih-lebihan dalam berpakaian. Rasullah Saw., telah menjelaskan dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhārī, al-Imam al-Nasā’ī dan al-Imam Ibn Mājah,
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
«كُلُوا وَاشْرَبُوا وَتَصَدَّقُوا وَالْبَسُوا مَا لَمْ يُخَالِطْهُ إِسْرَافٌ، أَوْ مَخِيلَةٌ»
“Makanlah minumlah, bersadaqahlah, dan berpakaianlah sepanjang tidak dicampuri oleh berlebih-lebihan atau kebanggaan atau kesombongan.” (HR. al-Bukhārī, al-Nasā’ī, Ibn Mājah)
- Jika mengenakan pakaian yang baru maka hendaknya berdo’alah dengan do’a yang terdapat dalam hadis,
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا اسْتَجَدَّ ثَوْبًا سَمَّاهُ بِاسْمِهِ إِمَّا قَمِيصًا، أَوْ عِمَامَةً ثُمَّ يَقُولُ
«اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ كَسَوْتَنِيهِ أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهِ وَخَيْرِ مَا صُنِعَ لَهُ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهِ، وَشَرِّ مَا صُنِعَ لَهُ»
“Ketika Rasulullah Saw., mendapatkan baju baru beliau menamainya dengan namanya sorban, baju atau mantel.kemudian mengucapkan, “Ya Allah, bagi-Mu segala puji. Engkau telah member pakaian kepadaku. Aku memohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan yang terkandung di dalamnya. Aku berlindung kepada-Mu dari kajahatannya dan kejahatan yang terkandung di dalamnya.” (HR. Abū Dāūd, al-Tirmidzī dan al-Nasā’ī)
- Mulailah mengenakannya dari sebelah kanan. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh ibunda ʻĀ’ishā,
عَنْ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ
«كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّ التَّيَمُّنَ فِي طُهُورِهِ، وَتَرَجُّلِهِ، وَتَنَعُّلِهِ»
“Rasulullah Saw., menyenangi mendahulukan bagian kanan ketika memakai sandalnya, menyisirnya, bersucinya dan pada semua urusannya.” (HR. al-Bukhārī dan Muslim)
- Jangan mengenakan pakaian yang terdapat tanda salib. Hal ini juga disampaikan oleh ibunda ʻĀ’ishā yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw., tidak pernah membiarkan rumahnya terdapat sesuatu yang padanya terdapat tanda-tanda salib kecuali yang langsung dihapuskannya.
- Jangan mengenakan pakaian yang terbuat dari kulit binatang buas. Dalam hal ini binatang buas yang di maksud seperti singa, harimau, macan tutul, srigala dan sebagainya baik dijadikan pakaian maupun untuk alas kaki. Sebgaimana sabda Rasulullah Saw.,
عَنْ مُعَاوِيَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلّى الله عليه وسلم
«لَا تَرْكَبُوا الْخَزَّ، وَلَا النِّمَارَ»
“Janganlah kalian menaiki (mengendarai) kain yang terbuat sutra dan kulit macan tutul.” (HR. Abū Dāūd dan Ibn Mājah)
Penjelasan mengenai hadis ini dijelaskan dalam kitab Sharaḥ ʻAun al-Ma’būd yang menjelaskan bahwa faktor dilarang mengenakannya dikarenakan terdapat unsur perhiasan dan kesombongan, karena merupakan busana orang-orang non Arab.
Disinilah pentingnya mengetahui etika berpakaian yang telah disusun rapi oleh syari’at Islam dalam bingkai sunnah agar tidak terjebak bahkan terlena pada gaya atau style masa kini yang kian melunturkan tatanan etika Islam. Umat Islam khususnya kalangan muslimah tetap bisa tampil modis bahkan terlihat lebih fashionably dengan tidak keluar dari syarat syari’at Islam. Sebagaimana Rasulullah Saw., dikenal sebagai yang terbaik dalam cara berpakaian, beliau selalu berpakaian dengan dasar bahwa pakaian itu paling bermanfaat bagi tubuhnya. Inilah yang dajarkan Rasulullah Saw., dalam beretika berpakaian. (bag. 3 – Selesai)